CINTA KASIH AKAN LINGKUNGAN
Disusun Oleh
Nama :
Risky Wisnu Adrianto
NPM : 16315071
Kelas :
1TA04
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
S1 – Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
2015 – 2016
Topik Makalah
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Emilianshah Banowo
Topik Makalah
Seberapa besar kepedulian
masyarakat indonesia akan lingkungan
Kata Pengantar
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Essa, yang
telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga masih di perkenankan untuk
membuat makalah ini.
Dalam makalah ini, saya sebagai
penyusun makalah ingin memaparkan “Seberapa
besarkah kepedulian masyarakat Indonesia akan Lingkungan”. Hal-hal yang
terkaji dalam makalah ini merupakan konkret dan berdasar fakta yang ada.
Akhir kata, saya sebagai penyusun
makalah ini menyucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan waktu
dan tempat. Mohon maaf bilamana ada kata-kata yang kurang berkenan bagi
Bapak/Ibu.
Depok, 6 April 2016
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Lingkungan
1. Pengertian Lingkungan Secara
Umum
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan
sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan
fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang
meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Lingkungan hidup, adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar manusia dan berhubungan timbal balik.
2. Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Ahli
1.
Emil Salim
Menurut
Emil Salim, lingkungan hidup diartikan sebagai benda, kondisi, keadaan dan
pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang
hidup termasuk kehidupan manusia. Definisi lingkungan hidup menurut Emil Salim
dapat dikatakan cukup luas. Apabila batasan tersebut disederhanakan, ruang
lingkungan hidup dibatasi oleh faktor-faktor yang dapat dijangkau manusia,
misalnya faktor alam, politik, ekonomi dan sosial.
2.
Soedjono
Soedjono
mengartikan lingkungan hidup sebagai lingkungan fisik atau jasmani yang
terdapat di alam. Pengertian ini menjelaskan bahwa manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan dilihat dan dianggap sebagai perwujudan fisik jasmani. Menurut
definisi Soedjono, lingkungan hidup mencakup lingkungan hidup manusia, hewan
dan tumbuh-tumbuhan yang ada di dalamnya.
3. Munadjat
Danusaputro
Lingkungan
hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi termasuk didalamnya manusia dan
tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan
mempengaruhi kelangsungan hidup yang lain. dengan demikian, lingkungan hidup
mencakup dua lingkungan, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan budaya.
4. Otto Soemarwoto
Otto
Soemarwoto berpendapat bahwa lingkungan hidup merupakan semua benda dan kondisi
yang ada dalam ruang kita tempati dan mempengaruhi kehidupan kita. Menurut
batasan tersebut secara teoritis ruang yang dimaksud tidka terbatas jumlahnya.
Adapun secara praktis ruang yang dimaksud selalu dibatasi menurut kebutuhan
yang dapat ditentukan.
5. Sambas Wirakusumah
Lingkungan
merupakan semua aspek kondisi eksternal biologis, dimana organisme hidup dan
ilmu-ilmu lingkunga menjadi studi aspek lingkungan organisme itu.
Definisi
mengenai lingkungan hidup tidak hanya datang dari para ahli, tetapi definisi
tersebut dituangkan pula dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di dalam
undang-undang ini, lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan, dan mahluk
hidup termasuk di dalamnya manusia dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya.
Menurut
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tersirat bahwa lingkungan hiduplah yang
mempengaruhi mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia. Manusia hendaknya
menyadari kalau alamlah yang memberi kehidupan dan penghidupan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
3.
Kesimpulan
Berdasarkan
beberapa pegertian diatas dapat disumpulkan bahwa lingkungan hidup adalah ruang
dengan kesatuan benda, daya keadaan, dan mahluk hidup, termasuk didalamnya
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan
kesejahteraan mahluk hidup lain.
BAB
II
PEMBAHASAN
Kepedulian
Masyarakat Terhadap Lingkungan
1.
Permasalahan Lingkungan
Permasalahan itu sendiri banyak terjadi karena ulah-ulah dari
tangan-tangan manusia, bahkan tak jarang juga merusak tanpa sebab yang pasti. Seperti
penebangan hutan, sampah dan macam lainnya. Selain itu pendidikan dini yang
kurang diterapkan pada masyarakatpun berdampak besar pada ekosistem dan
keseimbangan antara manusia dan lingkungan.
2.
Bentuk-bentuk Masalah Lingkungan
1.
Permasalahan Air
Indonesia
memiliki permasalahan air yang seringkali diakibatkan oleh penduduknya sendiri.
Berikut beberapa permasalahan air yang banyak terjadi di Indonesia.
§ Permasalahan
Sungai
Sungai-sungai di Indonesia memiliki peranan penting bagi
kehidupan, yaitu sebagai sarana irigasi, sumber air minum, keperluan industri,
dan lain-lain. Tetapi dalam kurun waktu lima tahun ini, kualitas air telah
mengalami penurunan. Hal itu disebabkan sebanyak 64 dari 470 Daerah Aliran
Sungai (DAS) di Indonesia dalam keadaan kritis. Pendangkalan sungai terjadi di
mana-mana. Selain itu, sungai di Indonesia banyak yang tercemar oleh berbagai
limbah di antaranya:
·
Limbah domestik, yaitu limbah rumah tangga berupa detergen, tinja,
dan sampah yang sengaja dibuang ke sungai.
·
Limbah Industri berupa berbagai zat kimia dan logam berat yang
berbahaya dan beracun.
·
Limbah pertanian seperti sisa pestisida dan pupuk.
·
Racun dari kegiatan penangkapan ikan yang terlarang.
§ Pencemaran
Air Tanah
Perumahan
di kota-kota padat di Indonesia banyak yang menggunakan sumur tanah
sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari, menggantikan peran PAM. Akan
tetapi, air tanah dari sumur-sumur tersebut mengandung bakteri Fecal coli, coliform, serta
mineral-mineral seperti besi yang melebihi baku mutu. Sumber pencemaran
tersebut berasal dari tempat penampungan tinja penduduk (septic tank). Akibatnya,
kondisi air berwarna kuning dan berbau. Hal ini bisa saja tidak terjadi jika
jarak antara septic
tank dengan sumur
lebih dari 10 meter. Tapi karena kota merupakan kawasan padat, hal ini menjadi
sulit diimplementasikan dan terjadilah pencemaran air tanah.
Selain itu, pembuangan limbah industri yang berdekatan dengan
sumur penduduk juga menyebabkan air tanah tercemar. Air tanah di kota-kota
besar yang dekat pantai (seperti Jakarta) juga tercemar oleh air asin (air
laut) karena penyedotan air tanah secara besar-besaran oleh industri dan
berbagai bangunan besar. Karena air tanah sudah banyak tersedot, akhirnya di
rongga bekas air tanah tadi air laut merembes dan mengurangi kualitas air tanah
yang disedot oleh kota.
Pencemaran air memberikan dampak sebagai berikut.
1.
Musnahnya berbagai jenis ikan dan terjadi kerusakan pada tumbuhan
air. Dampak lebih lanjut yang terjadi adalah terganggunya ekosistem yang pada
saatnya pasti akan merugikan manusia sendiri.
2.
Air sungai yang terkontaminasi mengancam kesehatan penduduk di
sepanjang DAS karena menjadi sumber berbagai penyakit.
3.
Terjadinya banjir di musim hujan.
4.
Bau menyengat dari limbah pabrik.
5.
Terjadinya kelangkaan air bersih.
6.
Terjadinya blooming
algae, suatu keadaan ketika air sungai dan danau ditutupi oleh
ganggang yang menyebabkan matinya biota bawah air. Blooming algae disebabkan oleh banyaknya pupuk yang
terlarut dalam air.
7.
Limbah dari sungai yang terbawa ke laut akan mencemari biota laut,
sehingga turut membawa petaka bagi manusia yang mengonsumsinya. Sebgai contoh
penyakit Minamata di Jepang, suatu penyakit yang terjadi di daerah Minamata
yang disebabkan oleh menumpuknya logam berat dalam tubuh ikan laut yang
dikonsumsi orang-orang.
2.
Permasalahan Sampah
Pertumbuhan
penduduk yang sangat pesat mengakibatkan tingkat konsumsi masyarakat juga
bertambah banyak. Hal ini memberi kontribusi langsung pada meningkatnya volume
sampah yang tidak diimbangi oleh upaya penanggulangannya. Hal ini menyebabkan
banyak terjadi permasalahan lingkungan hidup. Sebut saja linkungan menjadi kotor,
jorok, bau, dll. Itu baru contoh sekitar. Contoh lebih lanjut adalah gejala
keracunan dan merebaknya penyakit.
3.
Permasalahan Hutan
Pola konsumsi masyarakat kian
meningkat terutama yang berhubungan dengan hasil hutan. Kebutuhan akan kertas,
mebel, dan bahan bangunan telah meningkat tajam. Hal ini dapat menguras
keberadaan hutan produksi. Sebenarnya kita pun sering merusak hutan.
Dengan membuang-buang kertas atau memakainya secara berlebihan, kita turut
andil dalam mendorong para penebang hutan liar melaksanakan aksinya.
Berdasarkan
data BPS tahun 2004, luas hutan yang telah rusak maupun kritis telah mencapai
59 juta hektar. Rata-rata terjadi pengurangan luas hutan 1,6 juta
hektar per tahun. Bayangkan bagaimana kondisi hutan Indonesia 10
tahun ke depan.
4.
Permasalahan Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai merupakan
ekosistem yang memiliki kekayaan alam beragam karena merupakan pertemuan antara
wilayah darat dan wilayah laut. Berbagai jenis makhluk hidup dapat ditemukan di
pantai. Di daerah pantai dapat ditemukan hutan bakau, terumbu karang, dan tentu
saja pasir pantai
Hutan
bakau dapat dijadikan bahan baku pembuatan mebel. Terumbu karang merupakan
kawasan yang indah, namun sayang sering ada tangan-tangan jahil yang mencopoti
terumbu karang untuk dijual. Adapun pasir pantai dapat dijadikan bahan
bangunan. Pengerukan sumber daya alam pantai secara berlebihan dapat membuat
pantai menjadi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ekosistem pantai
akan hancur.
3.
Masalah pada Masyarkat
Pada Zaman era
modern sekarang ini, sangat jarang kita temui pendidikan akan lingkungan hidup,
sehingga masyarakat sekarang kurang pedulinya terhadap lingkungan sekitar. Masalah
yang sama juga menjadi PR untuk Pemerintah akan pedulian masyarakat Indonesia
terhadap Lingkungan. Memang bukan tugas yang mudah, tapi masalah seperti inilah
yang seharusnya di pandang, agar kawasan dan lingkungan Indonesia tetap asri
dan indah.
BAB III
PENYELESAIAN
Membudayakan
Cinta Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan Dini
Dulu,
Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang
membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian
zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman,
damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan
kayu pun, menurut versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.
Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia,
Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus.
Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang
lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir
bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi
fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan,
perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging(nyaris) tak
pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri
ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang
dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai
setiap saat.
Mengapa bencana demi bencana terus
terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan
Lingkungan Hidup? Bukankah Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri
Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup?
Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan
yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung jawab ketika
bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus
disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban
orang-orang tak berdosa?
Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang
nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok
dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang
gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan
telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk
resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di
perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk
mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.
Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan
sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa.
Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di
daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis
penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.
Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek
moyang kita tentang bagaimana cara memperlakukan lingkungan dengan baik dan
bersahabat. Meski secara teoretis mereka buta pengetahuan, tetapi di tingkat
praksis mereka mampu membaca tanda-tanda dan gejala alam melalui kepekaan
intuitifnya. Masyarakat Papua, misalnya, memiliki budaya
dan adat istiadat lokal yang lebih mengedepankan keharmonisan dengan alam.
Mereka pantang melakukan perusakan terhadap alam karena dinilai bisa menjadi
ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sumber kehidupan, melainkan
juga sahabat dan guru yang telah mengajarkan banyak hal bagi mereka. Dari alam
mereka menemukan falsafah hidup, membangun religiositas dan pola hidup seperti
yang mereka anut hingga kini. Memanfaatkan alam tanpa mempertimbangkan
eksistensi budaya setempat tidak beda dengan penjajahan. Namun, sejak
kedatangan PT Freeport Indonesia, keharmonisan hubungan masyarakat Papua dengan
alam jadi berubah. Saya kira masih banyak contoh kearifan lokal di daerah lain
yang sarat dengan pesan-pesan moral bagaimana memperlakukan lingkungan dengan
baik.
Namun, berbagai peristiwa tragis akibat parahnya kerusakan
lingkungan sudah telanjur terjadi. “Membangun tanpa merusak lingkungan” yang
dulu pernah gencar digembar-gemborkan pun hanya slogan belaka. Realisasinya,
atas nama pembangunan, penggusuran lahan dan pembabatan hutan terus
berlangsung. Sementara itu, hukum pun makin tak berdaya menghadapi para
“bromocorah” lingkungan hidup yang nyata-nyata telah menyengsarakan jutaan umat
manusia. Para investor yang nyata-nyata telah membutakan mata dan tidak
menghargai kearifan lokal masyarakat setempat justru dianggap sebagai
“pahlawan” lantaran telah mampu mendongkrak devisa negara dalam upaya mengejar
pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.
Meskipun demikian, hanya mencari “kambing hitam” siapa yang
bersalah dan siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan
hidup bukanlah cara yang arif dan bijak. Lingkungan hidup merupakan persoalan
kolektif yang membutuhkan partisipasi semua komponen bangsa untuk mengurus dan
mengelolanya. Pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), semua warga masyarakat, dan komponen bangsa yang lain harus memiliki
“kemauan politik” untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup dari
ulah tangan jahil para preman dan penjahat lingkungan. Hal itu harus dibarengi
dengan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup
yang nyata-nyata telah terbukti menyengsarakan banyak umat manusia. Pedang
hukum harus benar-benar mampu memancung dan memenggal kepala para penjahat
lingkungan hidup untuk memberikan efek jera dan sekaligus memberikan pelajaran
bagi yang lain.
Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk
membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan. Institusi
pendidikan, menurut hemat saya, harus menjadi benteng yang tangguh untuk menginternalisasi
dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak
bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual
untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan
gaya penyajiannya pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang
berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis dengan mengajak siswa
didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir melalui topik-topik lingkungan hidup
yang menarik dan menantang.
Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak
harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata pelajaran
melalui pokok-pokok bahasan yang relevan. Dengan kata lain, lingkungan hidup
tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru Geografi atau IPA saja, misalnya,
tetapi harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran.
Mengapa budaya cinta lingkungan hidup ini penting dikembangkan
melalui dunia pendidikan? Ya, karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar
menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu
kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa
melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari
kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. Depdiknas yang
memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan harus secepatnya “menjemput bola”
agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar
lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat
dan bangsanya.
Referensi
(https://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan_hidup)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan)
(http://www.sridianti.com/pengertian-lingkungan-hidup-menurut-para-ahli.html)
(https://arisudev.wordpress.com/2013/04/24/beberapa-permasalahan-lingkungan-hidup-di-indonesia/)
(http://jasniyurike-duaipadua.blogspot.co.id/)